Jumlah izin perhutanan sosial di Indonesia telah meningkat, tetapi kurangnya data yang akurat dan dapat diakses publik tentang partisipasi perempuan membuat sulit memastikan apakah keterlibatan mereka juga meningkat. Temuan kami menunjukkan bahwa, meskipun ada pengakuan formal atas pentingnya akses dan partisipasi setara sesuai peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Peraturan Menteri KLHK No. 9 Tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial dan No. 83 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial), dukungan lebih lanjut dari lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah yang berfokus pada gender masih diperlukan untuk memastikan perempuan terwakili dalam kelompok perhutanan sosial, khususnya di badan pengelola dan pengambil keputusan. Meskipun peraturan sudah dirancang netral gender, dalam praktiknya hal ini belum cukup mendorong peningkatan jumlah perempuan yang aktif terlibat. Norma gender di masyarakat yang masih kuat, ditambah kurangnya struktur dan perencanaan kelompok yang inklusif gender, membatasi peran perempuan dalam perhutanan sosial. Kami melihat peluang untuk meningkatkan dukungan bagi keterlibatan aktif perempuan dalam perhutanan sosial, sehingga manfaat perhutanan sosial dapat lebih berkontribusi pada pengurangan kemiskinan dan peningkatan hasil pengelolaan hutan.
Pesan Utama
Kerjasama : Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK), Universitas Airlangga, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), The Asia Foundation, University of Melbourne
Penulis: Lilis Mulyani, Tessa D Toumbourou, Gutomo Bayu Aji, Ilmiawan Auwalin, Rumayya, Ike Sulistiowati, dan Rahpriyanto Alam Surya Putra